Mari Bersyukur

Salah satu fitrah manusia yang paling sering mencolok dan timbul dalam kehidupannya adalah sifat Rakus. Dalam bahasa Arab disebut sebagai tamak. Meski kesan yang muncul pertama kali ketika mendengar kata ini adalah seseorang yang jago makan, kata rakus sebenarnya bermakna sangat luas. Rakus menjadi salah satu hal pokok dalam menuntut ilmu, rakus ilmu. Tapi dalam beberapa masalah yang lain, rakus adalah larangan.

Ketika kita memiliki sebuah sepeda, kita selalu menginginkan kendaraan yang lebih, motor. Tapi ketika sepeda motor telah kita miliki, kita akan kembali berangan-angan untuk memiliki kendaraan lain yang lebih nyaman dari itu, mobil. Begitu seterusnya. Ketika sudah punya sepeda motor bermerk Honda Supra, kita inginkan motor yang lebih sporti, lebih mahal, lebih ngejreng, Kawasaki RR misalnya. Yah, manusia memang begitu. Dan selalu begitu.

Apa yang mendasari hal ini?

Satu hal yang pasti adalah rasa kurang bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah. Setiap orang telah diatur nikmat, rezeki dan semua hal yang berhubungan dengan itu. Ketika kita telah memiliki sepeda motor, bersyukurlah. Agar Tuhan menambahkannya dengan yang lebih. Bukan berarti Tuhan akan segera memberikan ganti berupa mobil, tidak! Bisa jadi hanya dengan bersepeda motor hidup kita akan lebih berkah. Bayangkan saja saat harga premium melonjak tinggi. Dengan sepeda motor tentu kita bisa lebih mengirit dan menghandle pengeluaran kita buat membeli bahan bakar. Mungkin saja dengan sepeda kita akan bersyukur karena tidak butuh biaya perawatan yang banyak, hanya butuh sokongan dari energi yang dihasilkan oleh makanan yang kita konsumsi. Seharusnya begitu seterusnya, hingga hal yang paling kecil. Misalnya bernafas, berjalan, mandi, makan, tidur, sekolah, berkemah, punya komputer, bisa main internet, dapat tugas… Semua adalah nikmat. Semua adalah rahmat. Semua adalah amanat yang harus disyukuri, yang akan kita pertanggungjawabkan kelak kepadanya.

Rasa kurang bersyukur juga sering kita dapati dalam dunia kerja. Seorang pedagang kadang menganggap bahwa petani lebih asyik. Tiap kali habis tanam, sisa tunggu beberapa bulan untuk memanen hasilnya, tidak perlu tiap hari ke sawah. Lha pedagang? Tiap hari mesti buka toko, jaga warung, menunggu pelanggan (Padahal pekerjaan paling membosankan adalah menunggu!). Begitu juga sang petani terhadap pegawai negeri. Kadang petani beranggapan bahwa pegawai negeri tu enak. Pagi sarapan, masuk kantor, pakaian bersih, tanda tangan, duduk di depan komputer, ngajar jika dia adalah guru, gak kena panas, kerja or gak kerja gaji tetap jalan. Sementara petani mesti berpanas-panas di terik mentari, berbasah-basah ketika hujan datang. Weee … Begitu seterusnya hingga tak ada yang merasa bahagia. Apa sih maunya manusia ini? Mereka beranggapan bahwa kebahagiaan ada pada orang lain! Kasihan …

Agar kita tidak termasuk dalam golongan yang (kasihan) ini, marilah kita bersyukur atas segala apa yang ada. Marilah perbaiki diri dan niat kita ketika akan melakukan sesuatu. Hal yang kita miliki hari ini belum tentu akan terganti dengan sesuatu yang lebih baik esok hari. Jika kita tidak bersyukur hari ini, bagaimana mungkin kita akan mendapatkan kebahagiaan? Apabila kita tidak merasa berbahagia hari ini, kapan lagi kita akan menikmati hidup yang sebentar ini?

Rakus boleh saja, asal pada tempatnya. Yang dilarang : RAKUS MAKANAN, RAKUS CINTA, RAKUS HARTA, RAKUS JABATAN, RAKUS KORUPSI, RAKUS WANITA, dst. Yang diizinkan/ disunnahkan/ diwajibkan : RAKUS ILMU, RAKUS AMAL, RAKUS IBADAH, RAKUS SEDEKAH, RAKUS ZAKAT, RAKUS MEMBANTU, RAKUS MENCEGAH KEMUNGKARAN, RAKUS MENGAJAK KEBAJIKAN, dst.

Semoga menjadi hamba yang bersyukur atas nikmat yang Tuhan berikan. Karena hidup cuma satu kali. Karena hidup akan dimintai pertanggungjawaban. Karena hidup adalah lahan untuk menanam bibit. Dan karena akhirat adalah kehidupan yang kekal. Tempat menuai semua hal yang kita lakukan.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Mari Bersyukur"

Posting Komentar